Jumat, 04 November 2016

Perwujudan Perilaku Belajar



Perilaku belajar merupakan hal penting dalam mengevaluasi hasil belajar siswa sebagaimana menurut Arifin (2011:3) bahwa “pada hakikatnya tes adalah suatu alat yang berisi serangkaian tugas yang harus dikerjakan atau soal-soal yang harus dijawab oleh peserta didik untuk mengukur suatu aspek perilaku tertentu”. Dengan demikian fungsi tes adalah sebagai alat ukur. Dalam tes prestasi belajar, aspek perilaku yang hendak diukur adalah tingkat kemampuan peserta didik dalam menguasai materi pelajaran yang telah disampaikan. Oleh karena itu adanya perwujudan perilaku belajar yang dapat mengarahkan peserta didik ke arah perubahan-perubahan perilaku yang positif.

Dalam hal memahami arti belajar dan esensi perubahan karena belajar, para ahli sependapat atau sekurang-kurangnya terdapat titik temu di antara mereka mengenai hal-hal prisnsipal. Akan tetapi, mengenai apa yang dipelajari siswa dan bagaimana perwujudannya, agaknya masih tetap merupkan teka-teki yang sering menimbulkan silang pendapat yang cukup tajam diantara para ahli itu.

Manifestasi atau perwujudan perilaku belajar biasanya lebih sering tampak dalam perubahan-perubahan sebagai berikut:
1).      Kebiasaan;
2).      Keterampilan;
3).      Pengamatan;
4).      Berpikir Asosiatif dan Daya Ingat;
5).      Berpikir Rasional;
6).      Sikap;
7).      Inihibisi;
8).      Apresiasi; dan
9).      Tingkah Laku Efektif. (Syah, 2010: 116)

Timbulnya sikap dan kesanggupan yang konstruptif, juga berpikir kritis dan kreatif, seperti yang dikemukakan sebagian ahli (Syah, 2010:116). Dari sembilan daftar perwujudan perilaku belajar di atas, yang akan ditinjau lebih lanjut ada empat, yaitu:

1.      Kreatif

Kreatif berasal dari bahasa Inggris create yang artinya mencipta, sedang creative mengandung pengertia memiliki daya cipta, mampu merealisasikan ide-ide dan perasaannya sehingga tercipta sebuah komposisi dengan warna dan nuansa baru. Malaka (2011: 67) (dalam jurnal Supardi, 2012) mengemukakan bahwa, “Jangan berpikir bahwa kreatif itu hanya membuat hal-hal yang baru. Justru salah, karena manusia tidak pernah membuat hal yang baru. Manusia hanya bisa menemukan apa yang belum ditemukan oleh orang lain, manusia hanya bisa mengubah atau menggabungkan hal-hal yang sudah ada, sekali lagi bukan menciptakan hal yang baru.”
Upaya menjadi kreatif berkaitan dengan antusiame dan gairah yang dikenal sebagai faktor substansial pada tingkat puncak kerja. Akan tetapi, banyak orang yang mengabaikan kreativitas sebab dia tidak menyadari manfaat dari kreativitas. Istilah kreativitas atau daya cipta sering digunakan di lingkungan sekolah, perusahaan ataupun lingkungan lainnya. Pengembangan kreativitas ini diperlukan untuk menghadapi arus era globalisasi. Komarudin (2011:279) (dalam jurnal Supardi, 2012)  mengatakan bahwa “kreativitas biasanya diartikan sebagai kemampuan untuk menciptakan suatu produk baru. Ciptaan itu tidak perlu seluruh produknya harus baru, mungkin saja gabungannya atau kombinasinya, sedangkan unsur-unsurnya sudah ada sebelumnya”.
Sejalan dengan Harris, Munandar (2002: 35) (dalam jurnal Supardi, 2012) mengungkapkan bahwa “anak yang kreatif selalu ingin tahu, memiliki minat yang luas, dan menyukai kegemaran dan aktivitas yang kreatif”. Siswa kreatif biasanya cukup mandiri dan memiliki rasa percaya diri. Mereka lebih berani mengambil resiko daripada anak-anak pada umumnya.

2.      Inovatif

Kata inovatif berasal dari kata bahasa Inggris “innovate” yang artinya memperkenalkan sesuatu yang baru, sedangkan “innovative” berarti bersifat memperbaharui. Kemudian kata “innovate” dan “innovative” yang mengalami perubahan penulisan dalam bahasa Indonesia menjadi “inovatif” yaitu bersifat memperkenalkan suatu yang baru.  Menurut Suherli Kusuma (2010:2)(dalam jurnal Irani, 2015) inovasi adalah suatu hasil penciptaan sesuatu yang dianggap baru yang dimaksudkan untuk mengatasi masalah , baik berupa ide, barang, kejadian, metode, dan sebagainya yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok . Dalam pembelajaran dibutuhkannya perilaku yang inovatif  dalam diri para siswa, siswa yang memiliki perilaku inovatif dalam belajar akan meningkatkan potensi yang ada dalam dirinya sehingga tujuan dari belajar akan tercapai.

3.      Berpikir Rasional dan Kritis

Berpikir rasional dan kritis adalah perwujudan perilaku belajar terutama yang bertalian dengan pemecahan masalah. Pada umumnya siswa yang berpikir rasional akan menggunakan prinsip-prinsip dan dasar-dasar pengertian dalam menjawab pertanyaan “bagaimana” (how ) dan “mengapa” (why). Dalam berpikir rasional, siswa dituntut untuk menggunakan logika (akal sehat) untuk menentukan sebab-akibat, menganalisis, menarik simpulan-simpulan, dan bahkan juga menciptakan hukum-hukum (kaidah teoritis) dan ramalan-ramalan. Dalam hal berpikir kritis, siswa dituntut menggunakan strategi kognitif tertentu yang tepat untuk menguji keandalan gagasan pemecahan masalah dan mengatasi kesalahan atau kekurangan (Reber dalam buku Syah, 2010:117).

4.      Berpikir Asosiatif dan Daya Ingat

Berpikir Asosiatif adalah berpikir dengan cara mengasosiasikan sesuatu dengan lainnya. Berpikir Asosiatif itu merupakan proses pembentukan hubungan antara rangsangan dengan respons. Dalam hal ini perlu dicatat bahwa kemampuan siswa untuk melakukan hubungan asosiatif yang benar amat dipengaruhi oleh tingkat pengertian atau pengetahuan yang diperoleh dari hasil belajar.

Secara sederhana, berpikir asosiatif adalah berpikir dengan cara mengasosiasikan sesuatu dengan yang lainnya. Berpikir asosiatif itu merupakan proses pembentukan hubungan antara rangsangan dengan respons. Dan hal ini perludicatat bahwa kemampuan siswa untuk melakukan hubungan asosiatif yang benar amat dipengaruhi oleh tingkat pengertian atau pengetahuan yang diperoleh dari hasil belajar. Sebagai contoh, siswa yang mampu menjelaskan arti penting tanggal 12 Rabiul Awal. Kemampuan siswa tersebut dalam mengasosiasikan tanggal bersejarah itu dengan hari lahir(maulid) Nabi Muhammad SAW. Hanya bisa didapat apabila ia telah mempelajari riwayat hidup beliau.

Disamping itu, daya ingat pun merupakan perwujudan belajar, sebab merupakan unsur pokok dalam berpikir asosiatif. Jadi, siswa yang telah mengalami proses belajar akan di tandai dengan bertambahnya simpanan materi(pengetahuan dan pengertian) dalam memori, serta meningkatnya kemampuan menghubungkan materi tersebut dengan situasi atau stimulanyang sedang ia hadapi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar