Sabtu, 05 November 2016

KEBAHAGIAAN FISIK



Tahap pertama dari kebahagiaan adalah kebahagiaan fisik dan emosional (physical and emotional happiness). Pada tahap ini orang baru bisa merasa bahagia, jika kebutuhannya akan nutrisi fisik dan emosional telah terpenuhi. Seperti sudah disinggung sebelumnya, manusia adalah mahluk nabati sekaligus mahluk hewani. Oleh karena itu mereka juga memiliki kebutuhan nabati dan hewani, seperti tidur, duduk, makan, dan minum.

Untuk mencapai kebahagiaan fisik dan emosional, manusia tidak bisa hanya duduk. Ia harus duduk di tempat yang empuk dan nyaman. Untuk mencapai kebahagiaan fisik dan emosional, manusia tidak bisa hanya tidur. Ia harus tidur di tempat yang empuk dan nyaman juga. Untuk mendapatkan kebahagiaan fisik dan emosional, manusia tidak bisa hanya makan. Ia harus makan makanan yang lezat dan bergizi.

Banyak orang berpendapat bahwa kebutuhan fisik tidaklah perlu terlalu diperhatikan. Yang penting adalah kebutuhan spiritual. Pendapat ini memang benar, tetapi juga kurang. Fisik manusia adalah ciptaan Tuhan, maka harus dirawat. Manusia juga tidak boleh menyiksa badan, demi alasan apapun. Puasa pun ada aturannya, sehingga puasa tidak merupakan suatu penyiksaan terhadap tubuh.

Cara manusia memahami fisiknya memang sangat dipengaruhi oleh kultur dan profesi yang ia jalani. Bagi seorang petinju tubuh adalah modal yang penting. Fisiknya harus kuat. Oleh karena itu ia harus rajin latihan, dan mengkonsumsi makanan-makanan bergizi. Tubuh adalah modal utamanya untuk bekerja. Hal yang sama kurang lebih berlaku bagi seorang model. Tubuh adalah modal utama dari seorang model. Oleh karena itu ia harus merawatnya sedemikian rupa, sehingga tetap sehat dan sedap dipandang. Lepas dari kaitan dengan profesi, tubuh tetap merupakan modal utama bagi untuk beraktivitas. Apapun profesi kita tubuh tetap menjadi elemen penting. Tubuh yang sehat akan memungkinkan Anda meraih kebahagiaan yang sejati.

Walaupun begitu jika manusia hanya berfokus melulu pada pemenuhan kebahagiaan fisik dan emosional saja, ia tidak akan bisa mencapai kebahagiaan sejati. Kebahagiaan fisik itu sifatnya sementara. Kebahagiaan fisik tidaklah bertahan lama. Fisik manusia pada dasarnya rapuh. Sekarang ini banyak orang mengagungkan penampilan fisik. Masa-masa remaja dianggap sebagai masa keemasan, karena pada masa itulah kecantikan fisik seseorang mencapai puncaknya.

Cara berpikir semacam itu tidaklah tepat. Fisik manusia pada akhirnya akan hancur dimakan usia. Itu adalah kepastian hukum alam. Memang fisik itu sebuah anugerah dari Tuhan. Akan tetapi usia fisik manusia itu sangatlah singkat. Orang yang berfokus melulu pada pemenuhan kebahagiaan fisik akan berakhir dengan kekecewaan.

Fisik manusia itu identik dengan dunia. Sementara roh manusia identik dengan surga. Dunia di dalam bahasa Arab secara literal berarti pendek dan dekat. Begitu pula dengan orang yang terpaku pada kebahagiaan fisiknya. Kebahagiaan yang ia rasakan bukanlah kebahagiaan sejati. Durasi kebahagiaannya sangatlah sementara. Insting nabati dan hewani yang berfokus pada pemenuhan kebutuhan fisik akan hilang ditelan waktu.

Di dalam kebahagiaan fisik dan emosional, kesehatan adalah yang utama. Dapat pula dikatakan bahwa kesehatan merupakan mahkota fisik manusia. Namun kita seringkali tidak menyadari, bahwa kita sedang mengenai mahkota di kepala kita. Kita sering taken for granted dan tidak peduli dengan mahkota gemilau yang kita kenakan. Akan tetapi pada waktu kita sakit barulah kita menyadari arti penting dari mahkota yang selama ini kita lupakan. Ketika sakit kita baru sadar bahwa mahkota fisik kita, yakni kesehatan, sudah lenyap.

Ada seorang raja. Suatu hari dia pergi berburu rusa. Ketika sampai di hutan, ia pun menemukan rusa. Rusa tersebut berlari cepat. Sang Raja mengejarnya dengan semangat. Namun rusa tersebut begitu lincah. Raja pun kesulitan menangkapnya. Walaupun begitu sang raja tidak menyerah. Ia terus mengejar rusa tersebut, sampai akhirnya ia tiba di ujung hutan. Rusa akhirnya berhasil dibunuh. Sang raja puas. Namun ia kebingungan sekarang. Ia tersesat. Ia tidak lagi mengenali medan, di mana ia berhasil membunuh rusa itu.

Sang raja kebingungan. Ia berjalan terus mencari arah pulang, tetapi ia tidak menemukannya. Ia pun mulai merasa haus. Medan sudah berganti awalnya hutan, tetapi kini sudah menjadi padang gurun. Setelah berjalan beberapa lama, raja bertemu dengan seseorang yang mengendarai unta. Orang itu membawa air. Raja pun berniat meminta sedikit air dari orang itu. “Aku haus. Dapatkah kau memberikan aku air untuk meringankan perasaan dahaga yang kumiliki?”, tanya raja. Orang tersebut terdiam sebentar. Lalu ia berkata, “Aku akan memberikannya kepadamu. Akan tetapi, segelas air ini tidaklah gratis.” Mendengar itu sang raja kemudian menjawab, “Saya adalah seorang raja. Saya akan memberikan apapun kepadamu, asalkan kamu bersedia memberikan segelas air itu kepada saya.” Si pengendara unta terdiam sebentar. Dia berpikir. “Hai raja, kau adalah raja. Artinya, kau pasti memiliki istana. Berapakah jumlah istana yang kau miliki”, tanyanya. Sang raja menjawab dengan bangga, “Saya memiliki dua istana besar dan indah.” Si pengendara unta pun menjawab dengan cepat, “Saya ingin satu istana yang Anda miliki ditukar dengan segelas air ini.” Sang raja kaget mendengar permintaan itu. Ia pun berpikir.

Di dalam hatinya sang raja berkata, “jika saya mati, maka kedudukan sebagai raja, kekayaan, dan dua istana yang besar dan indah yang saya miliki menjadi tidak berarti. Namun satu istana yang besar dan indah untuk ditukarkan dengan segelas air adalah harga yang mahal sekali.” Sang raja pun bimbang. Setelah beberapa waktu terdiam dan mempertimbangkan berbagai kemungkinan, sang raja menjawab, “Baiklah. Saya akan memberikan satu istana saya kepadamu. Sebagai bayarannya berikanlah saya segelas air.” Dalam hal ini segelas air, yang biasanya kita terima secara gratis, kini berharga satu buah istana yang besar dan indah! Selama ini kita tidak peduli terhadap air yang biasa kita minum. Akan tetapi ketika kita membutuhkannya, harganya menjadi begitu mahal.

Jelaslah kesehatan merupakan bentuk dari kebahagiaan fisik yang paling tinggi. Dengan memiliki tubuh yang sehat, manusia sebenarnya sudah memiliki modal yang besar untuk merasa bahagia. Orang sering lupa dengan hal ini. Kesibukan pekerjaan, putus dengan pacar, atau pertengkaran di dalam keluarga seringkali membuat kita merasa tidak bahagia. Padahal tubuh kita sehat. Dan itu terlupakan oleh kita. Kita terlalu terpaku pada kesulitan yang kita punya, dan lupa pada berkah yang sudah kita miliki, yakni kesehatan.

Dalam keadaan terjepit hewan biasanya memiliki dorongan kekuatan yang luar biasa. Biasanya dorongan itu adalah survival. Di ambang bahaya hewan bisa mengeluarkan kekuatan yang tidak bisa diduga besarnya. Manusia sebenarnya juga memiliki kekuatan tersebut. Saya menyebutnya sebagai inner power. Dalam keadaan terjepit manusia bisa melakukan tindakan-tindakan yang mustahil dilakukan dalam keadaan biasa. Pada waktu kerusuhan Mei 1998, banyak orang menyelamatkan diri dengan membawa sendiri kulkas yang ada di rumah mereka. Tentu saja hal tersebut tidak akan bisa dilakukan dalam situasi normal.

Namun begitu inner power yang dipunyai manusia tidak selalu digunakan untuk tujuan-tujuan baik. Justru inner power tersebut digunakan untuk mengancam dan merebut hak-hak orang lain. Inilah salah satu sumber kejahatan manusia, yakni ketika inner power yang ia miliki digunakan untuk hal-hal destruktif. Hewan tidak akan pernah melakukan ini. Dorongan besar yang dipunyai hewan hanya digunakan untuk tujuan survival. Mereka tidak akan menggunakannya untuk menguasai hewan lain, atau merusak habitatnya sendiri.
Yang harus dipelajari oleh manusia adalah, bagaimana supaya inner power yang mereka miliki dapat digunakan untuk tujuan-tujuan positif. Alih-alih digunakan untuk berperang dengan manusia lainnya, inner power tersebut sebaiknya dialihkan untuk memerangi kemiskinan dan kebodohan. Itulah cara menggunakan inner power yang positif.

Seringkali inner power itu diidentikan dengan kemampuan fisik. Namun dalam hal ini, manusia kalah jauh dengan hewan. Kekuatan fisik manusia jauh di bawah kekuatan hewan. Sekuat apapun Anda jika Anda dihadapkan dengan singa, dan Anda tidak dibekali senjata apapun, Anda pasti akan kalah. Dalam hal “moral” manusia pun seringkali kalah dengan hewan. Hewan menggunakan kekuatannya untuk mempertahankan hak-haknya. Sementara manusia menggunakan inner power-nya untuk merebut hak orang lain. Manusia juga sering menggunakan inner power-nya untuk menghancurkan habitatnya sendiri. Jika manusia terus bertindak seperti itu, maka sebenarnya ia lebih rendah daripada hewan.

Sebagai manusia kita harus membedakan yang mana kebutuhan (need), dan yang mana keinginan (wish/desire). Kebutuhan manusia terbatas. Pada dasarnya ia hanya butuh makan, pakaian, tempat berlindung, dan ruang untuk berkomunikasi dengan manusia lainnya. Akan tetapi keinginan tidak terbatas. Semakin suatu keinginan dipenuhi, maka keinginan lain pun akan datang dalam intensitas yang lebih tinggi. Orang yang diperbudak oleh keinginannya tidak akan pernah mencapai kebahagiaan.

Kebahagiaan fisik dan emosional memang penting untuk diperhatikan, namun tidak pernah boleh dijadikan satu-satunya fokus hidup. Orang yang memanjakan dirinya hanya dengan kebahagiaan fisik dan emosional akan sampai pada paradoks berikut: semakin tinggi kebahagiaan fisik dipenuhi, maka semakin tinggi pula jatuhnya ke dalam ketidakbahagiaan. Orang yang terus menerus menumpuk kebahagiaan fisik di dalam hidupnya akan mengalami kekecewaan yang sangat besar ketika kemalangan menimpanya, apalagi ketika seluruh harta bendanya musnah. Sekali lagi kebahagiaan fisik memang penting untuk diperhatikan, tetapi sifatnya sangat sementara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar