Minggu, 06 November 2016

MENCARI JATI DIRI








1.    Etnis Melanesia
Etnis menunjukkan identitas dengan beraneka ragam budaya kehidupan manusia yang berbeda anatara satu dengan yang lain secara fisik. Sang khalik menempakan rumpun melayu lebih banyak di asia, rumpun Melanesia lebih banyak ditempatkan di Benua Afrika, sebagian di Benua Amerika dan sebagian kecil lainnya ditempakan di kepulauan Pasifik. Diantaranya adalah Papua Barat, Papua Nugini dan Ettnis Aborigin di Australia. Sedangkan etnis kulit putih lebih dominan ditempatkan di Benua Eropa dan Benua Amerika.

Penduduk Indonesia tergabung dari berbagai Etnis dan suku menjadi satu, yaitu satu Bangsa, satu Tanah air, satu Bahasa. Konteks Bhineka Tunggal Ika merupakan simbol sau kesatuan, namua pada kenyataannya tak sejalan dengan dengan simbol satu kesatuan itu.pada praktek kehidupan sehari-hari rasa kesatuan itu tidak pernah dirasakanoleh sebagian warga Negara Indonesia. Seperti bangsa Papua, dimata pemerintah bangsa Papua identik dengan OPM atau Separatis yang menghambat pembangunan.

Orang Papua Barat sama sekali tidak memiliki kesamaan dengan etnis mayoritas di Indonesia, seperti Jawa, sumatera, Sulawesi, Kalimantan, Bali, dan suku-suku lain. Rumpun Melayu di Indonesia dan ke semua ini didiami di Indonesia bagian tengah dan barat, sedangkan orang Papua Barat berada di kepulauan Pasifik. Orang Papua hingga saat ini tidak pernah mengakui diri sebagai bagian dari bangsa Indonesia karena secara fisik etnis tidak sama dengan orang Melayu dan sistem kekerabatan serta adat istiadatpun jauh berbeda.

Mencari jati diri adalah sesuatu yang harus diketahui oleh seseorang atau suatu suku dan bangsa, agar ia dapat memperoleh informasi terhadap dirinya sendiri baik dari etnis, sukku dan golongan mana sehingga ia mengetahui jati diri atau asal usul sesungguhnya. Jika di Papua terjadi penggelapan suku atau marga asli seseorang , maka akan terjadi beberapa kemungkinan yaitu:
a.  Pertumbuhan anak dari seorang yang digelapkan suku atau marganya akan mengalami hambatan terhadap fisiknya.
b.      Tidak akan mampu menurunkan seorang anak sebagai buah hati baginya.
c.  Orang yang digelapkan suku atau marganya dapat menurunkan anak-anak perempuan sedangkan sistem yang di anut dalah sistem Patrilinial (anak laki-laki lebih utama).
d.      Mampu menurunkan anak tetapi selalu keguguran.
e.       Mampu menurunkan anak tetapi semuanya mati hingga mereka tua.

Hal tersebut di atas, dapat diatasi dengan mencari jalan keluar secara Adat untuk menyelamatkan orang yang digelapkan suku atau marganya, hingga orang tersebut mendapatkan jati diri yang sesungguhnya. Ada tiga golongan rumpun terbesar penduduk di bumi yaitu Bangsa Rumpun kulit putih, Bangsa Rumpun Melayu, dan bangsa kulit hitam.

Orang Papua Barat Rumpun Melanesia dengan orang Indonesia berumpun Melayu secaara fisik maupun nonfisik sama sekali berbeda. Papua menjadi bagian dari Indonesia yang tidak dapat terpisahkan, namun perlu diingat bahwa meng-Indonesia-kan orang Papua yang secara fisik dan budaya berbeda sama dengan menggelapkan identitas sesungguhnya orang Papua asli. Rakyat Papua baraat berteriak menyampaikan aspirasinya, namun upaya itu langsung berhadapan dengan pihak keamanan. Di alam demokrasi, rakyat Papua Barat memberanikan diri untuk menyampaikan keinginannya kepada Pemerintah, namun selalu ditekan, bahkan dibunuh. Selama masih dalam cengkraman Indonesia, Bangsa Papua Barat tidak dapat bertumbuh dan berkembang dengan baik untuk pembangunan dalam berbagai bidang karena masyarakat Papua dicurigai terus menerus oleh “pemerintah”.

Persoalan yang mendasar yakni Perbedaan Rumpun, Etnik dan masa lalu yang suram, dimana harapan yang telah dijanjikan oleh Belanda kepada Papua dihancurkan oleh kekejaman Indonesia hingga menyebabkan tokoh Besar Papua Dortheys Hiyo Eluay meninggal dunia akibat dibunuh secara keji oleh Kopasus pada tanggal 10 November 2001. Hingga saat ini pun rakyat Papua masih terus terbunuh akibat kekejaman militer Indonesia.

Penduduk asli Papua yang disebut Rumpun Melanesia menjadi rakyat minoritas di Indonesia. Hal tersebut menyebabkan bangsa Papua semakin tertindas dan tersingkir di tanah leluhurnya oleh rakyat mayoritas (etnis Melayu). Hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya penguasaan dalam segala bidang, baik bidang pertahanan, keamanan,  pemerintahan, perdagangan, poltik maupun dalam aspek kehidupan di Papua di kuasai oleh masyarakat non Papua yang hidup di tanah Papua. Menurut pendapat Myron Weiner sangat tepat dengan apa yang dialami bangsa Papua Barat, dimana rakyat minoritas mau tidak mau harus tunduk terhadap pemerintah Indonesia. Dalam kondisi semacam ini mendorong bangsa Papua untuk mncari jati diri sebagai bangsa Papua Barat, yang juga diharapkan agar martabatnya diakui, dihargai, dihormati secara berwibawa sama dengan bangsa lain di dunia.

Bintang Kejora dan lagu Hai Tanahku Papua dipandang sebagai hal yang tabu karena dipandang identik dengan Lambang  separatis. Menurut penulis, pandangan seperti itu keliru karena Lambang Bintang Kejora merupakan lambang kultur rakyat Papua termasuk lagu Hai Tanahku Papua. Namun lambang daerah dan lagu daerah sebagai symbol dan Rumpun Melanesia di Papua dijaga ketat dan dilarang kalau benda iru berkibar.

Bendera Bintang Kejora dan lagu Hai Tanahku Papua tidak perlu dipersoalkan karena sudh diatur dalam UU Nomor 21 tahun 2001 pasal 2 (2) Provinsi Papua dapat memiliki lamang-lambang daerah yang terdiri dari bendera dan lagu daerah sebagai panji-panji kultural. Kebesaran dan keluhuran jati diri orang Papua, yang merupakan kekhususan Provinsi Papua, yang penggunaannya disesuaikan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Dan tidak diposisikan sebagai simbol kedaulatan. (3) ketentuan dan bentu dan hal-hal sebagai ayat-ayat 2 akan diatur dalam peraturan daerah khusus.(Agus Samule: 2003 :426)

Kesalahan pemerintah Indonesia adalah persepsi masyarakat Indonesia terhadap Bintang Kejora sebagai Lambang separatis yang mengganggu dan meresahkan kedaulatan NKRI dan tidak dilihat sebagai symbol kultural orang asli Papua yang telah diatur dalam UU Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. Bendera Bintang Kejora dan lagu Hai Tanahku Papua sebenarnya telah ditetapkan oleh Belanda sebagai bendera kedaulatan dan lagu kebangsaan yang menumbuhkan harapan besar untuk bisa  berdaulat, namun harapan itu tiba-tiba diruntuhkan oleh Presiden Soekarno melalui pidato TRIKORA 19 Desember 1961 di Jogjakarta, dengan tujuan membubarkan “Negara Boneka Papua Barat Buatan Belanda” Penulis berpikir bahwa meminta pengembalian dan pengakuan sebagai bangsa yang berdaulat dan diakui, inilah yang dimaksud dengan mencari jati diri sebagai bangsa yang berumpun Melanesia di Papua Barat. Bangsa Papua bukan meminta uang yang banyak, bukan pemekaran provinsi , kabuparn/kota dan juga bukan jabatan, melainkan meminta pengembalian kedaulatan untuk jeti diri yang sesungguhnya.

2.    Geografis
Kalimantan dan Papua merupakan paru-paru  uang memberi nafas bagi umat manusia diseluruh penjuru dunia. Posisi Indonesia adalah Negara kepulauan terbesar dan wilayah Indonesia membentang dari timur ke barat pada khatulistiwa sejauh lebih dari 5.110 Km pada garis Meridien membujur dari utara ke selatan sejauh 1.880 Km terdiri atas lautan dan daratan.
Pulau Nieuw Guinea yang sekarang disebut sebagai Papua yang letaknya paling timur dari wilayah Indonesia yang merupakan pulau tercantik di dunia bia dibandingkan dengan pulau-pulau yang ada di dunia. Julukan pulau Papua yang disebut Islade atau pulau emas bukan suatu kebetulan tetapi hal tersebut benar adanya bahwa pulau Papua sangat kaya raya dengan emas, tembaga, minyak, gas, dan kekayaan alam lainnya. Ketertinggalan dari segi pembanguan disemua dimensi diakibatkan oleh faktor letak geografisnya. Papua identik dengan ketertinggalan dari kemajuan pembangunan fisik maupun non fisik. Jarak dan kondisi geografis selalu menjadi alasan Indonesia namun pemerintah tidak pernah berpikir bagaimana agar kondisi geografisnya dapat terjangkau dengan baik.

Rakyat Papua menjadi korban akibat politik yang telah mengklaim mengintegrasikan wilayah yang jauh di Pasifik ini dipaksa masuk kr wilayah Indonesia, namun Indonesia tidak mampu mengangkat derajat dan martabat Bangsa Rumpun Melanesia. Papua ingin keluar dari cengkeraman Pemerintah Indonesia, karena masa sejarah integrasi Papua menjadi masalah mendasar bagi Bangsa Papua Barat, pemerintah Indonesia dan masyarakat Internasional. Karena persoalan Papua Barat ialah persoalan internasional bukan masalah internal Indonesia.
Secara geografis sudah sangat tidak memungkinkan mengintegrasikan Papua Barat ke dalam wilayah Indonesia yang jaraknya sangat jauh. Dari Papua ke ibu kota Negara harus melewati dua samudera besar, yaitu samudera pasifik dan samudera Indonesia. Seandainya Papua dalam sejarah integrasi tidak diintegrasikan ke dalam Indonesia, mungkin Papua jauh lebih maju apapun alasannya karena dari sisi jumlah penduduk yang sangat sedikit dan sumber daya alam yang berlimpah, maka rakyat Papua seharusnya lebih maju dan berkembang daripada kondisi yang sangat memprihatinkan saat ini.

Posisi dan letak geografis seperti Indonesia sebagai Negara kepulauan dengan jangkauan yang luas. Jujonto Suntami sudah mewahyuhkan bahwa paling lambat tahun 2015 Indonesia akan pecah menjadi 17 negara. Hal tersebut diperkirakan karena Indonesia rawan perpecahan dalam berbagai dimensi. Negara-negara akan berdiri sendiri mulai dari aceh sampai Papua Barat. Oleh karena itu, sebaiknya harus dipikirkan bentuk Negara ini menjadi Negara federal sebagaimana yang pernah dikemukakan oleh Prof.Dr.Amin Rais pada tahun 1997. Indonesia perlu langkah baru untuk mencari solusi terbaik guna memberikan kesejahteraan bagi rakyat terutama bagi rakyat Indonesia yang miskin.

3.    Proses Kolonialisasi Dan Klaim Indonesia Terhadap Papua Barat
Tidak ada satupun alasan Republik Indonesia saat ini untuk terus menduduki Papua Barat. Alasan yang diberikan Indonesia ternyata hanya alasan spekulatif/ manipulative yang digunakan Soekarno untuk melegitimasi ambisi kekuasaan dan ambisi ekspasionis saat menjadi pemimpin revolusi bangsa Indonesia. Alasan tersebut tidak dapat diterima oleh bangsa Papua Barat karena sampai saat ini tidak ada prasasti maupun bukti sejarah yang dapat dijadikan sebagai dasar bukti legitimasi terhadap kekuasaan Majapahit di daerah tersebut. Begitu pula tidak ada catatan sejarah yang mengungkapkan hubungan antara Kesultnan Tidore dengan Papua Barat. Ottow mengutip dari Kamma, 1981 bahkan daratan (mainland) Papua Barat tidak pernah diduduki oleh orang luar karena dianggap sebagai daerah iblis yang angker dan menakutkan.

Sejarah membuktikan bahwa klaim kerajaan Majapahit maupun Sultan Tidore menyatakan menguasai dan memduduki sampai ke pulau Papua Barat ternyata tidak terbukti. Dan tidak ada satupun Kesultanan atau kerajaan yang menguasai dan menduduki pulau Papua Barat. Sebaliknya kesultanan Tidore meminta bantuan kepada panglima besar Mambri Kurabesi. Pada bulan Juli 1945, BPUPKI mengadakan dua kali persidangan untuk menentukan batas-batas RI yang akan diproklamirkan dan dihadiri oleh semua tokoh Nasional Indonesia. Sebagian besar anggota rapat yang terdiri dari 39 suara memilih Indonesia dengan batasa-batas Hindia Belanda. Kelompok yang kedua yang terdiri dari 19 suara memih wilayah bekas Hindia Belanda, sedangkan kelompok minoritas yang terdiri dari 6 suara termasuk Dr. Mohammad Hatta ‘menolak pemasukan Papua Barat kedalam NKRI’ dengan alasan bahwa hal tersebut sangat ekspansionistis.bahkan Prof. Moh Yamin menyatakan dengan tegas bahwa Papua adalah Melanesia dan menuntut Papua Barat agar diberikan kemerdekaan sendiri.

Frans Kaisiepo de depan peserta delegasi dalam konferensi Malino menyatakan dengan tegas keinginan Papua Barat agar diberikan status pemerintahan sendiri. Dan secara remi Frans mengusulkan nama Irian (pulau yang sedang timbul). Namun konferensi ini tidak menghasilkan sesuatu keputusan yang berarti. Konferensi meja bundar 1949 di Den Haag, Nederland. Di dalam konfernsi ini Belanda memutuskan untuk tidak menyerahkan kedaulatan Papua Barat. Para Nasionalis Indonesia menyatakan dengan tegas saat itu bahwa Papua Barat adalah bagian dari Indonesia, kecuali dr. Mohammad Hatta yang kemudian mengakibatkan dinginnya hubungan dengan Soekarno.

Hatta: “ secara pribadi ingin saya nyatakan bahwaa bagi saya masalah Irian Barat tidak perlu dpersoalkan. Saya tahu bahwa bangsa Papua pun berhak menjadi bangsa yang merdeka” konferensi ini kemudian menghasilkan pengakuan Belanda atas kedaulatan RI, pada tanggal 17 Desember 1945 dan sepakat memutuskan nasib Papua Barat kemudian. Aspirasi rakyat Papua yang disampaikan oleh delegasi Papua Barat sebagai pihak yang berhak menentukan nasib sendiri sam sekali tidak dindahkan baik oleh pihak delegasi Belanda maupun delegasi Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar