Perilaku belajar merupakan hal
penting dalam mengevaluasi hasil belajar siswa sebagaimana menurut Arifin
(2011:3) bahwa “pada hakikatnya tes adalah suatu alat yang berisi serangkaian
tugas yang harus dikerjakan atau soal-soal yang harus dijawab oleh peserta
didik untuk mengukur suatu aspek perilaku tertentu”. Dengan demikian fungsi tes
adalah sebagai alat ukur. Dalam tes prestasi belajar, aspek perilaku yang
hendak diukur adalah tingkat kemampuan peserta didik dalam menguasai materi
pelajaran yang telah disampaikan. Oleh karena itu adanya perwujudan perilaku
belajar yang dapat mengarahkan peserta didik ke arah perubahan-perubahan
perilaku yang positif.
Dalam hal memahami arti belajar dan
esensi perubahan karena belajar, para ahli sependapat atau sekurang-kurangnya
terdapat titik temu di antara mereka mengenai hal-hal prisnsipal. Akan tetapi,
mengenai apa yang dipelajari siswa dan bagaimana perwujudannya, agaknya masih
tetap merupkan teka-teki yang sering menimbulkan silang pendapat yang cukup
tajam diantara para ahli itu.
Manifestasi atau perwujudan
perilaku belajar biasanya lebih sering tampak dalam perubahan-perubahan sebagai
berikut:
1). Kebiasaan;
2). Keterampilan;
3). Pengamatan;
4). Berpikir
Asosiatif dan Daya Ingat;
5). Berpikir
Rasional;
6). Sikap;
7). Inihibisi;
8). Apresiasi;
dan
9). Tingkah
Laku Efektif. (Syah, 2010: 116)
Timbulnya sikap dan kesanggupan
yang konstruptif, juga berpikir kritis dan kreatif, seperti yang dikemukakan
sebagian ahli (Syah, 2010:116).
Dari
sembilan daftar perwujudan perilaku belajar di atas, yang akan ditinjau lebih
lanjut ada empat, yaitu:
1. Kreatif
Kreatif berasal dari bahasa Inggris create yang
artinya mencipta, sedang creative mengandung pengertia memiliki daya
cipta, mampu merealisasikan ide-ide dan perasaannya sehingga tercipta sebuah
komposisi dengan warna dan nuansa baru. Malaka (2011: 67) (dalam jurnal
Supardi, 2012) mengemukakan bahwa, “Jangan berpikir bahwa kreatif itu hanya
membuat hal-hal yang baru. Justru salah, karena manusia tidak pernah membuat
hal yang baru. Manusia hanya bisa menemukan apa yang belum ditemukan oleh orang
lain, manusia hanya bisa mengubah atau menggabungkan hal-hal yang sudah ada,
sekali lagi bukan menciptakan hal yang baru.”
Upaya menjadi
kreatif berkaitan dengan antusiame dan gairah yang dikenal sebagai faktor
substansial pada tingkat puncak kerja. Akan tetapi, banyak orang yang
mengabaikan kreativitas sebab dia tidak menyadari manfaat dari kreativitas.
Istilah kreativitas atau daya cipta sering digunakan di lingkungan sekolah,
perusahaan ataupun lingkungan lainnya. Pengembangan kreativitas ini diperlukan
untuk menghadapi arus era globalisasi. Komarudin (2011:279) (dalam jurnal
Supardi, 2012) mengatakan bahwa
“kreativitas biasanya diartikan sebagai kemampuan untuk menciptakan suatu
produk baru. Ciptaan itu tidak perlu seluruh produknya harus baru, mungkin saja
gabungannya atau kombinasinya, sedangkan unsur-unsurnya sudah ada sebelumnya”.
Sejalan
dengan Harris, Munandar (2002: 35) (dalam jurnal Supardi, 2012) mengungkapkan
bahwa “anak yang kreatif selalu ingin tahu, memiliki minat yang luas, dan
menyukai kegemaran dan aktivitas yang kreatif”. Siswa kreatif biasanya cukup
mandiri dan memiliki rasa percaya diri. Mereka lebih berani mengambil resiko
daripada anak-anak pada umumnya.
2. Inovatif
Kata
inovatif berasal dari kata bahasa Inggris “innovate”
yang artinya memperkenalkan sesuatu yang baru, sedangkan “innovative” berarti bersifat memperbaharui. Kemudian kata “innovate” dan “innovative” yang mengalami perubahan penulisan dalam bahasa
Indonesia menjadi “inovatif” yaitu
bersifat memperkenalkan suatu yang baru.
Menurut Suherli Kusuma (2010:2)(dalam jurnal Irani, 2015) inovasi adalah suatu hasil penciptaan sesuatu yang dianggap
baru yang dimaksudkan untuk mengatasi masalah , baik berupa ide, barang,
kejadian, metode, dan sebagainya yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok .
Dalam pembelajaran dibutuhkannya perilaku yang inovatif dalam diri para siswa, siswa yang memiliki
perilaku inovatif dalam belajar akan meningkatkan potensi yang ada dalam
dirinya sehingga tujuan dari belajar akan tercapai.
3. Berpikir Rasional dan Kritis
Berpikir rasional dan
kritis adalah perwujudan perilaku belajar terutama yang bertalian dengan
pemecahan masalah. Pada umumnya siswa yang berpikir rasional akan menggunakan
prinsip-prinsip dan dasar-dasar pengertian dalam menjawab pertanyaan
“bagaimana” (how ) dan “mengapa” (why). Dalam berpikir rasional, siswa
dituntut untuk menggunakan logika (akal sehat) untuk menentukan sebab-akibat,
menganalisis, menarik simpulan-simpulan, dan bahkan juga menciptakan
hukum-hukum (kaidah teoritis) dan ramalan-ramalan. Dalam hal berpikir kritis,
siswa dituntut menggunakan strategi kognitif tertentu yang tepat untuk menguji
keandalan gagasan pemecahan masalah dan mengatasi kesalahan atau kekurangan
(Reber dalam buku Syah, 2010:117).
4. Berpikir Asosiatif dan Daya Ingat
Berpikir
Asosiatif adalah berpikir dengan cara mengasosiasikan sesuatu dengan lainnya.
Berpikir Asosiatif itu merupakan proses pembentukan hubungan antara rangsangan
dengan respons. Dalam hal ini perlu dicatat bahwa kemampuan siswa untuk
melakukan hubungan asosiatif yang benar amat dipengaruhi oleh tingkat
pengertian atau pengetahuan yang diperoleh dari hasil belajar.
Secara
sederhana, berpikir asosiatif adalah berpikir dengan cara mengasosiasikan
sesuatu dengan yang lainnya. Berpikir asosiatif itu merupakan proses
pembentukan hubungan antara rangsangan dengan respons. Dan hal ini perludicatat
bahwa kemampuan siswa untuk melakukan hubungan asosiatif yang benar amat
dipengaruhi oleh tingkat pengertian atau pengetahuan yang diperoleh dari hasil
belajar. Sebagai contoh, siswa yang mampu menjelaskan arti penting tanggal 12
Rabiul Awal. Kemampuan siswa tersebut dalam mengasosiasikan tanggal bersejarah
itu dengan hari lahir(maulid) Nabi Muhammad SAW. Hanya bisa didapat apabila ia
telah mempelajari riwayat hidup beliau.
Disamping
itu, daya ingat pun merupakan perwujudan belajar, sebab merupakan unsur pokok
dalam berpikir asosiatif. Jadi, siswa yang telah mengalami proses belajar akan
di tandai dengan bertambahnya simpanan materi(pengetahuan dan pengertian) dalam
memori, serta meningkatnya kemampuan menghubungkan materi tersebut dengan
situasi atau stimulanyang sedang ia hadapi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar