1. Integritas
Papua Barat Ke Dalam Wilayah Indonesia
Integritas
Negara kesatuan Republik Indonesia
sebagai wadah suatu Negara menyatuhkan berbagai etnis, suku dan golongan
dapat diterima sebagai satu kesatuan melalui Bhineka Tunggal Ika merrupakan
wujud integrasi dari sabang sampai Merauke walaupun berbeda-beda suku bangsa
dan agama namun tetap satu yaitu Bangsa Indonesia.
Versi
Direktorat Organisasi Internasional Departemen Luar Negeri bahwa pelaksanaan
penentuan nasib sendiri di Irian telah dilakukan secara demokratis dan
transparan.
Versi
pemerintah merupakan kontraproduktif karena berbagai tulisan menunjukkan
pelaksanaan penentuan pendapat rakyat Irian 1969 penuh dengan kebohongan,
intimidasi dan terror politik yang luar biasa.
2. Development
Setelah Integrasikan Papua Ke Dalam Kedaulatan Pemerinatah Indonesia
Pembangunan
secara fisik maupun non fisik sejak diintegrasikannya Papua ke dalam Indonesia
tidak pernah terjadi perubahan secara signifikan. Perhatikan pemerintah
terfokus pada pembangunan di wilayah Indonesia bagian Barat, sedangkan aspek keamanan,
ekonomi, politik di seluruh wilayah Papua Barat lebih diperketat.
Dalam
kehidupan masyarakat pegunungan tengah Papua Barat ada cerita kuno yang sangat
kuat dipegang dan tertanamm dalam otak mereka bahwa 10 tahun silam mereka tidak
mau mengirimkan anaknya pergi ke luar dari kampung halaman mereka sendiri
karena ada isu yang berkembang bahwa setiap orang Papua pergi belajar di luar
Papua sangat berbahaya karena keselamatan mereka terancam karena nanti mereka
bukan pulang membawa gelar kesarjanaan melainkan mereka pulang dalam keadaan
tak bernyawa. Oleh sebab itu, para pemuda Papua menjadi takut untuk belajar
keluar daerah yang mengakibatkan rakyat Papua tidak mendapat pendidikan yang
layak. Pada akhirnya, upaya peningkatan SDM di Papua menjadi terhambat.
3. Perbandingan
SDM Masa Proklamasi RI
Sumber
daya manusia (sdm) adalah faktor utama yang harus dipenuhi dalam suatu kelompok
organisasi atau segala sesuatu digerakkan oleh manusia sebagai unsure utama
dalam manajemen organisasi, karena sebaik apapun organisasi tetap yang
digerakkan dan mengfungsionalkan adalah manusia. Setiap aktor yang menggerakkan
bangsa untukk mencapai cita-cita perjuangan adalah manusia yang terdidik,
berilmudan juga beriman. Kalau selama ini Bangsa Papua belum siap secara sumber
daya manusia menurut kaca mata Pemerintah Indonesia, maka sekarang sudah siap
dan mampu mengurus dirinya sendiri. Maka lebih terhormat dan bermartabat diberi
kesempatan untuk menentukan masa depannya sendiri, karena SDM-nya sudah siap.
Keberadaan Papua masuk wilayah dalam Indonesia hanya sebagai hasil cangkokan,
karena orang Papua tidak pernah terlibat dalam perjuangan Indonesia Merdeka.
4. Kesenjangan
Sosial Rakyat Papua Barat Dan Indonesia
Kesenjangan
sosial merupakan sesuatu yang timbul akibat suatu tindakan penguasa atau pihak
non penguasa berdampak luasdan dirasakan oleh pihak lain. Kesenjangan itu
memiliki arti yang luas dan berbagai dimensi kehidupan sosial, politik,
ekonomi, hukum, agama dan budaya, yang dirasakan oleh rakyat kecil sehingga
kapan saja bisa menimbulkan suatu dampak yang merugikan rakyat dan Negara.
Taraf
kehidupan orangn Papua dan non Papua terbentang perbrdaan yang cukup mendasar,
yaitu: secara ekonomi orang pendatang lebih maju daripada orang Papua pribumi.
Dalam berbagai hal ada beberapa indicator orang Papua berada ditingkat paling
bawah hal ini dapat dilihat dari:
a. Dalam
proses pemberdayaan orang Papua asli masih rendah dilihat dari pemerintah
daerah yang kurang percaya pada orang asli Papua atau memberdayakan orang non
Papua dalam memberikan kepercayaan dalam pengelolaan proyek-proyek bernilai
miliyaran.
b. Pemilik
perusahaan, took-toko di Papua 100% milik warga pendatang, sementara orang
Papua nihil.
c. Mayoritas
kehidupan bangsa Papua berada di bawah garis kemiskinan di atas tanahnya
sendiri.
d. Keterlibatan
pengusaha Indonesia terhadap kemajuan bangsa Papua tidak ada, dengan kata lain
tidak memberdayakan orang Papua itu sendiri.
5. Peran
Militer Dalam Mengisi Pembangunan Di Papua Barat
Eksistensi
militer tidak dapat dipisahkan dari peran serta pembangunan, hakikat tugas
militer adalah keamanan.siasat jitu yang dipakai oleh militer adalah bagaimana
cara agar kekuatan separatisme di Papua Barat dapat dilumpuhkan. Obsesi
penghancuran OPM atau separatisme itu juga dimotivasi oleh kepentingan ekonomi dan
politik. Eksistensi militer sangat kuat di Papua, dogma yang selama ini ada
adalah pembangunan di Papua Barat tidak bisa berjalan secara baik jika tidak
ada jaminan keamanan. Dalam hal ini sudah pasti bahwa Bupati tidak mungkin diam
yang pasti menyiapkan biaya untuk membiayai para pasukan keamanan dengan jumlah
yang tidak sedikit yang tidak dianggarkan dalam APBD.
Alasan
pengamanan objek vital nasional PT. Freeport di Timika mewarnai pelanggaran HAM
di Papua. Masyarakat Timika mencoba menuntut hak-hak ulayat, tetapi dianggap
semua memberikan label separatis dan OPM. Kepentingan
politik, yaitu aksi militer di seluruh Papua semata-mata tidak hanya menjaga
keamanan tetapi lebih pada kepentingan ekonomi dan politik. Keberadaan militer
baik TNI maupun Polri yang ada di Papua, melebihi penduduk asli Papua Barat. Pada
bulan Agustus 1998 panglima ABRI Jendral Wiranto menyatakan permintaan maaf dan
mencabut status Papua sebagai wilayah DOM. Namun hal tersebut tidak berarti
seluruh pelanggaran HAM yang kerap terjadi diseluruh tanah Papua juga dicabut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar