Tahap pertama dari
kebahagiaan adalah kebahagiaan fisik
dan emosional (physical and emotional happiness). Pada tahap ini orang
baru bisa merasa bahagia, jika kebutuhannya akan nutrisi fisik dan emosional
telah terpenuhi. Seperti sudah disinggung sebelumnya, manusia adalah mahluk
nabati sekaligus mahluk hewani. Oleh karena itu mereka juga memiliki kebutuhan
nabati dan hewani, seperti tidur, duduk, makan, dan minum.
Untuk mencapai
kebahagiaan fisik dan emosional, manusia tidak bisa hanya duduk. Ia harus duduk
di tempat yang empuk dan nyaman. Untuk mencapai kebahagiaan fisik dan
emosional, manusia tidak bisa hanya tidur. Ia harus tidur di tempat yang empuk
dan nyaman juga. Untuk mendapatkan kebahagiaan fisik dan emosional, manusia
tidak bisa hanya makan. Ia harus makan makanan yang lezat dan bergizi.
Banyak orang
berpendapat bahwa kebutuhan fisik tidaklah perlu terlalu diperhatikan. Yang
penting adalah kebutuhan spiritual. Pendapat ini memang benar, tetapi juga
kurang. Fisik manusia adalah ciptaan Tuhan, maka harus dirawat. Manusia juga
tidak boleh menyiksa badan, demi alasan apapun. Puasa pun ada aturannya,
sehingga puasa tidak merupakan suatu penyiksaan terhadap tubuh.
Cara manusia memahami
fisiknya memang sangat dipengaruhi oleh kultur dan profesi yang ia jalani. Bagi
seorang petinju tubuh adalah modal yang penting. Fisiknya harus kuat. Oleh
karena itu ia harus rajin latihan, dan mengkonsumsi makanan-makanan bergizi.
Tubuh adalah modal utamanya untuk bekerja. Hal yang sama kurang lebih berlaku
bagi seorang model. Tubuh adalah modal utama dari seorang model. Oleh karena
itu ia harus merawatnya sedemikian rupa, sehingga tetap sehat dan sedap
dipandang. Lepas dari kaitan dengan profesi, tubuh tetap merupakan modal utama
bagi untuk beraktivitas. Apapun profesi kita tubuh tetap menjadi elemen
penting. Tubuh yang sehat akan memungkinkan Anda meraih kebahagiaan yang
sejati.
Walaupun begitu jika
manusia hanya berfokus melulu pada pemenuhan kebahagiaan fisik dan emosional
saja, ia tidak akan bisa mencapai kebahagiaan sejati. Kebahagiaan fisik itu
sifatnya sementara. Kebahagiaan fisik tidaklah bertahan lama. Fisik manusia
pada dasarnya rapuh. Sekarang ini banyak orang mengagungkan penampilan fisik.
Masa-masa remaja dianggap sebagai masa keemasan, karena pada masa itulah
kecantikan fisik seseorang mencapai puncaknya.
Cara berpikir semacam
itu tidaklah tepat. Fisik manusia pada akhirnya akan hancur dimakan usia. Itu
adalah kepastian hukum alam. Memang fisik itu sebuah anugerah dari Tuhan. Akan
tetapi usia fisik manusia itu sangatlah singkat. Orang yang berfokus melulu
pada pemenuhan kebahagiaan fisik akan berakhir dengan kekecewaan.
Fisik manusia itu
identik dengan dunia. Sementara roh manusia identik dengan surga. Dunia di
dalam bahasa Arab secara literal berarti pendek dan dekat. Begitu pula dengan
orang yang terpaku pada kebahagiaan fisiknya. Kebahagiaan yang ia rasakan
bukanlah kebahagiaan sejati. Durasi kebahagiaannya sangatlah sementara. Insting
nabati dan hewani yang berfokus pada pemenuhan kebutuhan fisik akan hilang
ditelan waktu.
Di dalam kebahagiaan
fisik dan emosional, kesehatan adalah yang utama. Dapat pula dikatakan bahwa
kesehatan merupakan mahkota fisik manusia. Namun kita seringkali tidak
menyadari, bahwa kita sedang mengenai mahkota di kepala kita. Kita sering taken
for granted dan tidak peduli dengan mahkota gemilau yang kita kenakan. Akan
tetapi pada waktu kita sakit barulah kita menyadari arti penting dari mahkota
yang selama ini kita lupakan. Ketika sakit kita baru sadar bahwa mahkota fisik
kita, yakni kesehatan, sudah lenyap.
Ada seorang raja.
Suatu hari dia pergi berburu rusa. Ketika sampai di hutan, ia pun menemukan
rusa. Rusa tersebut berlari cepat. Sang Raja mengejarnya dengan semangat. Namun
rusa tersebut begitu lincah. Raja pun kesulitan menangkapnya. Walaupun begitu
sang raja tidak menyerah. Ia terus mengejar rusa tersebut, sampai akhirnya ia
tiba di ujung hutan. Rusa akhirnya berhasil dibunuh. Sang raja puas. Namun ia
kebingungan sekarang. Ia tersesat. Ia tidak lagi mengenali medan, di mana ia
berhasil membunuh rusa itu.
Sang raja
kebingungan. Ia berjalan terus mencari arah pulang, tetapi ia tidak
menemukannya. Ia pun mulai merasa haus. Medan sudah berganti awalnya hutan,
tetapi kini sudah menjadi padang gurun. Setelah berjalan beberapa lama, raja
bertemu dengan seseorang yang mengendarai unta. Orang itu membawa air. Raja pun
berniat meminta sedikit air dari orang itu. “Aku haus. Dapatkah kau memberikan
aku air untuk meringankan perasaan dahaga yang kumiliki?”, tanya raja. Orang tersebut
terdiam sebentar. Lalu ia berkata, “Aku akan memberikannya kepadamu. Akan
tetapi, segelas air ini tidaklah gratis.” Mendengar itu sang raja kemudian
menjawab, “Saya adalah seorang raja. Saya akan memberikan apapun kepadamu,
asalkan kamu bersedia memberikan segelas air itu kepada saya.” Si pengendara
unta terdiam sebentar. Dia berpikir. “Hai raja, kau adalah raja. Artinya, kau
pasti memiliki istana. Berapakah jumlah istana yang kau miliki”, tanyanya. Sang
raja menjawab dengan bangga, “Saya memiliki dua istana besar dan indah.” Si
pengendara unta pun menjawab dengan cepat, “Saya ingin satu istana yang Anda
miliki ditukar dengan segelas air ini.” Sang raja kaget mendengar permintaan
itu. Ia pun berpikir.
Di dalam hatinya sang
raja berkata, “jika saya mati, maka kedudukan sebagai raja, kekayaan, dan dua
istana yang besar dan indah yang saya miliki menjadi tidak berarti. Namun satu
istana yang besar dan indah untuk ditukarkan dengan segelas air adalah harga
yang mahal sekali.” Sang raja pun bimbang. Setelah beberapa waktu terdiam dan
mempertimbangkan berbagai kemungkinan, sang raja menjawab, “Baiklah. Saya akan
memberikan satu istana saya kepadamu. Sebagai bayarannya berikanlah saya
segelas air.” Dalam hal ini segelas air, yang biasanya kita terima secara gratis,
kini berharga satu buah istana yang besar dan indah! Selama ini kita tidak
peduli terhadap air yang biasa kita minum. Akan tetapi ketika kita
membutuhkannya, harganya menjadi begitu mahal.
Jelaslah kesehatan
merupakan bentuk dari kebahagiaan fisik yang paling tinggi. Dengan memiliki
tubuh yang sehat, manusia sebenarnya sudah memiliki modal yang besar untuk
merasa bahagia. Orang sering lupa dengan hal ini. Kesibukan pekerjaan, putus
dengan pacar, atau pertengkaran di dalam keluarga seringkali membuat kita
merasa tidak bahagia. Padahal tubuh kita sehat. Dan itu terlupakan oleh kita.
Kita terlalu terpaku pada kesulitan yang kita punya, dan lupa pada berkah yang
sudah kita miliki, yakni kesehatan.
Dalam keadaan
terjepit hewan biasanya memiliki dorongan kekuatan yang luar biasa. Biasanya
dorongan itu adalah survival. Di ambang bahaya hewan bisa mengeluarkan kekuatan
yang tidak bisa diduga besarnya. Manusia sebenarnya juga memiliki kekuatan
tersebut. Saya menyebutnya sebagai inner power. Dalam keadaan terjepit manusia
bisa melakukan tindakan-tindakan yang mustahil dilakukan dalam keadaan biasa.
Pada waktu kerusuhan Mei 1998, banyak orang menyelamatkan diri dengan membawa
sendiri kulkas yang ada di rumah mereka. Tentu saja hal tersebut tidak akan
bisa dilakukan dalam situasi normal.
Namun begitu inner
power yang dipunyai manusia tidak selalu digunakan untuk tujuan-tujuan baik.
Justru inner power tersebut digunakan untuk mengancam dan merebut hak-hak orang
lain. Inilah salah satu sumber kejahatan manusia, yakni ketika inner power yang
ia miliki digunakan untuk hal-hal destruktif. Hewan tidak akan pernah melakukan
ini. Dorongan besar yang dipunyai hewan hanya digunakan untuk tujuan survival.
Mereka tidak akan menggunakannya untuk menguasai hewan lain, atau merusak habitatnya
sendiri.
Yang harus dipelajari
oleh manusia adalah, bagaimana supaya inner power yang mereka miliki dapat
digunakan untuk tujuan-tujuan positif. Alih-alih digunakan untuk berperang
dengan manusia lainnya, inner power tersebut sebaiknya dialihkan untuk
memerangi kemiskinan dan kebodohan. Itulah cara menggunakan inner power yang
positif.
Seringkali inner
power itu diidentikan dengan kemampuan fisik. Namun dalam hal ini, manusia
kalah jauh dengan hewan. Kekuatan fisik manusia jauh di bawah kekuatan hewan.
Sekuat apapun Anda jika Anda dihadapkan dengan singa, dan Anda tidak dibekali
senjata apapun, Anda pasti akan kalah. Dalam hal “moral”
manusia pun seringkali kalah dengan hewan. Hewan menggunakan kekuatannya untuk
mempertahankan hak-haknya. Sementara manusia menggunakan inner power-nya untuk
merebut hak orang lain. Manusia juga sering menggunakan inner power-nya untuk
menghancurkan habitatnya sendiri. Jika manusia terus bertindak seperti itu,
maka sebenarnya ia lebih rendah daripada hewan.
Sebagai manusia kita
harus membedakan yang mana kebutuhan (need), dan yang mana keinginan
(wish/desire). Kebutuhan manusia terbatas. Pada dasarnya ia hanya butuh makan,
pakaian, tempat berlindung, dan ruang untuk berkomunikasi dengan manusia
lainnya. Akan tetapi keinginan tidak terbatas. Semakin suatu keinginan
dipenuhi, maka keinginan lain pun akan datang dalam intensitas yang lebih
tinggi. Orang yang diperbudak oleh keinginannya tidak akan pernah mencapai
kebahagiaan.
Kebahagiaan fisik dan
emosional memang penting untuk diperhatikan, namun tidak pernah boleh dijadikan
satu-satunya fokus hidup. Orang yang memanjakan dirinya hanya dengan
kebahagiaan fisik dan emosional akan sampai pada paradoks berikut: semakin
tinggi kebahagiaan fisik dipenuhi, maka semakin tinggi pula jatuhnya ke dalam
ketidakbahagiaan. Orang yang terus menerus menumpuk kebahagiaan fisik di dalam
hidupnya akan mengalami kekecewaan yang sangat besar ketika kemalangan
menimpanya, apalagi ketika seluruh harta bendanya musnah. Sekali lagi
kebahagiaan fisik memang penting untuk diperhatikan, tetapi sifatnya sangat
sementara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar