Kebahagiaan fisik
penting tetapi tidak boleh dijadikan satu-satunya kebahagiaan. Kebahagiaan
intelektual juga harus diraih. Tahap ketiga di dalam tangga kebahagiaan adalah kebahagiaan estetik (aesthetical
happiness). Bayangkan ada seorang kaya yang punya rumah mewah. Akan tetapi ia
tidak bisa mengatur rumahnya, sehingga tampak berantakan. Apa gunanya? Apa guna
sebuah rumah mewah, tetapi berantakan? Rumah (house) tersebut memang besar dan
mahal harganya, tetapi tidak memberikan kenyamanan. Maka tempat itu tidak layak
disebut sebagai “rumah” (home). Jika rumah Anda besar tetapi berantakan, maka
Anda tidak akan merasa at home. Rumah itu jadi tidak berguna.
Hal
yang sama berlaku, jika Anda hidup tanpa musik. Musik memberikan warna bagi hidup.
Musik memberikan penghiburan ketika anda merasa sedih. Musik bisa membawa kita
nostalgia ke masa lalu. Musik bisa meningkatkan motivasi. Musik menenangkan.
Dalam arti tertentu musik juga bisa merangsang kerja otak, sehingga bisa lebih
cerdas. Tanpa musik hidup akan terasa kering. Hidup yang kering adalah hidup
yang tak bermakna. Jika hidup tak bermakna, Anda akan sulit untuk merasa
bahagia.
Orang hidup juga
perlu salon. Salon berguna untuk merekayasa penampilan sesuai dengan yang
diinginkan. Manusia tidak hanya puas dengan berbaju saja. Ia juga perlu dandan.
Dengan berdandan ia merasa puas. Kepuasan yang dirasakan ketika melihat (rumah
yang indah, wajah yang cantik) dan mendengar (musik) yang indah inilah yang
disebut sebagai kebahagiaan estetik.
Rumah yang nyaman
adalah rumah yang memperhatikan bentuk arsitektur, kebersihan, dan
landscape-nya. Rumah semacam itu membuat kita merasakan kebahagiaan estetik.
Kebahagiaan estetik adalah perasaan yang muncul, ketika orang mengagumi
keindahan. Keindahan terkait erat dengan seni, dan seni bisa membuat orang
bahagia. Seni adalah sumber kebahagiaan, sekaligus kebahagiaan itu sendiri.
Ingat kebahagiaan adalah seni mengelola hidup.
Alam identik dengan
kata Kosmos. Kata Kosmos sendiri berarti indah dan teratur. Akan tetapi
keindakan dan keteraturan itu baru terasa, jika orang mempunyai kepekaan
estetik. Kepekaan estetik itu sendiri tergantung lensa kaca mata apa yang
digunakan untuk melihat dunia. Hanya dengan begitulah orang bisa merasakan
kebahagiaan estetik.
Bayangkan bagaimana
Anda hidup tanpa keindahan? Tentu saja hidup akan terasa jenuh dan kering.
Hidup akan membosankan dan tidak bermakna. Oleh karena itu banyak orang
membayar mahal untuk melihat keindahan. Industri pariwisata diuntungkan oleh
hal ini. Banyak orang pergi ke Bali untuk mendapatkan kebahagiaan estetik.
Mereka tidak terlalu peduli dengan harga yang mahal.
Banyak orang
mengumpulkan kristal. Sebenarnya apa sih kegunaan kristal? Hampir tidak ada
kecuali menimbulkan rasa keindahan bagi yang melihatnya. Banyak orang
mengumpulkan kalung berlian. Gunanya juga hampir tidak ada, kecuali sebagai
aksesori yang menimbulkan perasaan senang bagi yang melihatnya. Hal yang sama
juga berlaku untuk karpet. Banyak orang menjadi kolektor karpet. Mereka
mengumpulkan karpet dari berbagai belahan dunia untuk memuaskan perasaan
keindahan yang ada di dalam dirinya. Semua itu adalah sarana bagi orang untuk
mencapai kebahagiaan estetik.
Kegiatan para
kolektor itu haruslah dihargai. Itu adalah sarana mereka untuk mendapatkan kebahagiaan
estetik. Mereka adalah orang-orang yang memiliki kepekaan estetik. Mereka bisa
menghargai keindahan kosmos. Hidup mereka terasa indah dan bermakna. Ingat
hidup yang ideal adalah hidup yang bahagia dan bermakna.
Sekarang ini banyak
orang tidak mampu merasakan keindahan estetik. Kepekaan estetik mereka lenyap.
Yang ada di pikiran mereka hanyalah mencari uang. Sebenarnya kerja mencari uang
itu baik. Akan tetapi ketika keindahan dihargai dengan uang, maka keindahan itu
lenyap. Jika Anda terpaku pada uang, maka Anda tidak akan bisa merasakan
kebahagiaan estetik yang mendalam.
Apa yang menjadi ciri
keindahan? Jika Anda berhadapan dengan keindahan, apapun bentuknya, maka Anda
akan menahan napas. Anda seolah tersentak. Jantung Anda berdegup keras. Pikiran
Anda seolah melayang. Ada perasaan damai yang mengalir. Ketika itu Anda akan
berkata, “Betapa besar Tuhan pencipta kita.” Keindahan sebenarnya
bisa didapatkan dengan mudah, asal kita memiliki kesadaran penuh. Coba
perhatikan siklus kehidupan. Tumbuhan dimakan oleh hewan. Hewan dimakan oleh
manusia. Manusia memberi makan tumbuhan, dan seterusnya. Air mengalir dari
sungai ke laut. Di laut, air menguap menjadi awan. Awan berat karena berisi
air. Hujan pun turun. Air menyerap ke tanah, dan menjadi sumber air bagi
manusia. Inilah siklus kehidupan. Siklus kehidupan mengandung keindahan yang
luar biasa besar. Namun kita sering melewatkannya.
Orang Jepang sangat
memperhatikan packaging dari barang yang mereka produksi. Selain kualitas
produk mereka juga sangat memperhatikan aspek keindahan. Jika mereka memberi
barang, maka mereka akan menghiasnya sedemikian rupa, sehingga tampak indah.
Mereka mempunyai cita rasa seni yang tinggi. Mereka memiliki kepekaan estetik,
yang memungkinkan mereka menghargai keindahan dalam bentuk apapun.
Orang Indonesia sulit
memahami hal ini. Sekarang ini orang Indonesia hampir tidak lagi memiliki
kepekaan estetik. Hal ini paling jelas di dalam profesionalitas kerja. Kerja
tidak lagi dianggap sebagai pelayanan, tetapi sebagai keterpaksaan. Akibatnya
sentuhan personal di dalam kerja pun hilang. Yang ada adalah hubungan
instrumental antara klien dan pegawai. Hubungan semacam itu sangatlah kering.
Orientasinya utamanya adalah uang. Dengan keadaan seperti itu, kebahagiaan
estetik tidak akan bisa diraih.
Jika orang bisa
menghargai keindahan, apapun bentuknya, maka ia akan menjalani hidup yang
bermakna. Hidup yang bermakna adalah hidup yang penuh motivasi. Hidup yang
penuh motivasi adalah hidup yang penuh dengan optimisme. Optimisme semacam itu
bisa digunakan untuk membangun bangsa. Bangsa yang optimis adalah bangsa yang
besar.
Suatu bangsa disebut
beradab, jika rakyatnya memberikan penghargaan terhadap keindahan. Setiap karya
seni akan dihargai. Bangsa tersebut memberikan ruang besar bagi rakyatnya untuk
mendapatkan kebahagiaan estetik. Hal ini kelihatan di dalam tata kota,
arsitektur gedung, dan sebagainya. Bangsa yang beradab adalah bangsa yang
memahami betul pentingnya sentuhan keindahan.
Kehidupan beragama
juga harus memiliki sentuhan keindahan. Aspek mistik dari kehidupan religius
baru terasa, jika orang memasukinya melalui estetika. Lihatlah para sufi.
Mereka menuliskan ekspresi keindahan mereka dalam bentuk syair dan puisi.
Mereka melihat Tuhan sebagai entitas maha indah, yang hanya dapat didekati
secara penuh melalui estetika.
Dengan memahami aspek
keindahan dari agama, orang akan mampu melampaui pendekatan rasional.
Pendekatan rasional memang perlu. Akan tetapi pendekatan semacam itu membuat
kehidupan religius terasa kering. Kebahagiaan estetik yang tertingi bisa
didapatkan, jika orang memahami dan menghargai sentuhan keindahan di dalam
agama.
Dengan demikian
manusia yang bahagia adalah manusia yang sehat, cerdas secara intelektual, dan
memiliki kepekaan estetik yang mendalam. Inilah paket kebahagiaan manusia.
Hidupnya terasa utuh dan bermakna. Dengan hidup seperti itu, ia juga bisa
memberikan kedamaian pada orang lain. Keindahan juga bisa
ditemukan pada alam. Orang yang memiliki kepekaan estetik sangat menyadari,
bahwa alam bisa menjadi sumber kebahagiaan estetik yang mendalam. Manusia
sendiri sering meniru (mimesis) alam untuk menciptakan keindahan. Model
pakaian, arsitektur bangunan, bentuk kendaraan, semuanya meniru alam. Alam
adalah guru keindahan yang sebenarnya. Segala sesuatu yang alami pasti indah.
Namun keindahan baru
bisa sungguh dirasakan, jika orang mampu mengambil jarak dan mengkontemplasikan
keindahan itu. Kehidupan baru terasa indah, jika orang mampu mengambil jarak.
Keindahan itu akan semakin terasa, jika orang mengkontemplasikannya. Anda tinggal di
pegunungan. Awalnya pemandangan disitu terasa sangat indah. Dengan berlalunya
waktu Anda akan mulai terbiasa. Keindahan pun tidak lagi terasa. Yang terasa
hanyalah rutinitas. Ini terjadi karena Anda tidak lagi berjarak dengan
pegunungan. Cobalah mengambil jarak sedikit dan merenungkan indahnya
pemandangan di pegunungan, Anda akan kembali merasakan keindahan.
Hal yang sama berlaku
di dalam pekerjaan. Anda mendapatkan pekerjaan impian Anda. Awalnya Anda
bekerja dengan antusias. Dengan berlalunya waktu pekerjaan terasa sebagai
rutinitas. Tidak hanya itu pekerjaan menjadi keterpaksaan. Cobalah untuk
berhenti sejenak, mengambil jarak, dan merenungkan aspek mendasar pekerjaan
Anda, maka Anda akan kembali menemukan keindahan.
Cobalah renungkan keindahan
alam. Seorang penulis pernah berkata, bahwa alam semesta itu menari. Alam
semesta menari dan mengajak kita menari bersamanya. Ketika kita mengikutinya
maka kita akan merasakan keindahan estetik. Di dalam tariannya alam semesta
menggambarkan keagungan Tuhan. Manusia bisa mendekati Tuhan dengan ikut menari
bersama alam semesta. Seringkali doa juga merupakan ekspresi kekaguman manusia
terhadap alam ciptaan Tuhan. Oleh karena itu doa seringkali seperti puisi.
Namun ingatlah bahwa
semua itu baru bisa terasa, jika Anda mengambil jarak. Anda harus take a
distance! Dengan mengambil jarak Anda akan menemukan keindahan. Anda akan
kembali merasakan seninya. Jika sudah begitu Anda akan semakin dekat dengan
Tuhan. Kebahagiaan estetik yang mendalam bisa membawa Anda dekat dengan Tuhan
dan sesama. Itulah kebahagiaan estetik yang sesungguhnya. Manusia selalu
membayangkan sorga sebagai tempat yang indah. Ini sebenarnya adalah ekspresi
dari kerinduan manusia untuk menemukan keindahan. Di dalam hati kita, harapan
akan keindahan selalu berkobar. Jugalah harus diingat bahwa kebahagiaan itu
bersifat personal. Setiap orang memiliki bentuk kebahagiaannya masing-masing.
Hal yang sama berlaku untuk kebahagiaan estetik. Setiap orang memiliki selera
pakaiannya masing-masing. Pakaian orang lain tentunya tidak akan pas pada saya.
Semut walaupun berasal dari satu spesies tetap saja punya jenis makanan yang
berbeda-beda. Ciri personal dari kebahagiaan ini merupakan bentuk keindahan
juga.
Sayangnya masyarakat
kita tidak peka pada keindahan. Hal ini paling jelas dalam tata kota.
Masyarakat kita tidak memahami potensi keindahan kota. Sungai yang di banyak
negara dianggap sebagai kalung indah yang melingkari sebuah kota diabaikan
perawatannya. Di Jepang, Perancis, Amerika, ataupun Inggris, rumah terletak
menghadap ke sungai harganya mahal. Sebaliknya rumah semacam itu di Indonesia
harganya sangat murah. Menjualnya pun sulit karena orang takut terkena banjir,
bau yang tidak enak, dan sebagainya.
Bisa disimpulkan
bahwa tingkat kebahagiaan bangsa kita terlalu rendah. Nilai sebuah peradaban
ditentukan oleh nilai keindahan budayanya. Kebudayaan yang tinggi memiliki
nilai jual yang juga tinggi. Bangsa kita masih terjebak dengan menjual minyak,
kayu, dan bahan-bahan alam lainnya. Padahal komoditi terbesar ekspor adalah
kebudayaan dalam bentuk pariwisata. Semakin dijual eksistensi bahan alam akan
semakin menipis, dan kemudian habis. Sebaliknya semakin dijual kualitas dan
eksistensi kebudayaan akan semakin kuat. Bangsa kita belum menyadari hal ini.
Pembangunan suatu
bangsa haruslah dimulai dengan pembangunan politik, lalu ekonomi, pendidikan,
dan memuncak pada pembangunan kebudayaan. Bangsa Indonesia gagal
melakukan hal ini. Para era Bung Karno, pembangunan politik dilaksanakan.
Suharto dengan segala kekurangannya melaksanakan pembangunan ekonomi.
Seharusnya pada tahap ini, bangsa kita sudah fokus untuk membangun pendidikan.
Namun yang terjadi adalah kita kembali harus melakukan pembangunan politik.
Bangsa kita salah kaprah, karena itu kebudayaannya tidak berkembang.
Suasana estetis akan
mendukung kreatifitas. Hidup pun akan terasa nyaman. Kebahagiaan meningkat.
Orang akan banyak tersenyum. Humor akan menjadi bagian dari komunikasi
sehari-hari. Beban hidup seolah hilang. Hidup pun terasa indah. Jika sudah
begitu kebahagiaan estetik berada dalam genggaman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar