Banyak terdengar
kabar para artis yang berbondong-bondong mendatangi para ahli spiritual untuk
mendapatkan bimbingan batin, hal ini merupakan salah satu bukti nyata bahwa
uang belum tentu mampu menghadirkan ketenangan batin. Ketenangan batin
merupakan hal yang sangat ekslusif yang tidak semua orang bisa meraihnya,
kedamaian batin ini hanya bisa didapatkan dengan jalan pendekatan diri dengan
Tuhan sehingga seorang individu bisa menjadi hambanya yang shaleh. Produk
aktivitas spiritual seperti ini dapat disebut juga sebagai kegiatan dari
pengetahuan mistik, pengetahuan mistik seperti ini didapatkan melalui intuisi
yang dikaruniakan oleh Tuhan kepada seseorang, dibukakan kepadanya qalbunya
sehingga tersingkap kepadanya sebagian rahasia dan tampak kepadanya sebagian
realitas. Pengetahuan mistik merupakan sebagian dari pengetahuan Tuhan yang
diberikan kepada para Nabi dan orang-orang shaleh. Jadi pengetahuan mistik
tidak didapatkan sebagaimana pengetahuan rasional yang bisa diraih dengan
segera dan melalui serangkaian penelitian dengan bukti nyata. Pengetahuan
mistik tidak dapat disebut sebagai Ilmu melainkan sebagai ma’rifah,
dimana kedudukan ma’rifah lebih tinggi diatas ilmu, pengetahuan ma’rifah
merupakan hasil tersingkapnya hijab antara manusia dan Tuhanya.
Mistik merupakan sebuah pengalaman metafisik yang sangat sulit dijelaskan
oleh intelek (akal) manusia, karena apa yang dirasakan oleh diri kita belum
tentu bisa kita jelaskan juga kepada orang lain dengan bahasa verbal maupun
tulisan. Mistik merupakan rahasia realitas kebenaran yang hanya bisa dibuktikan
dengan pengalaman langsung (Direct Experience), di mana si subyek yang
mengetahui dihadirkan dengan obyek yang diketahui. Sehingga realitas kebenaran
itu bisa dirasakan langsung yang kemudian bisa dibuktikan, realitas mistik
tidak dapat diungkapkan dengan simbolisme bahasa, ada realitas yang dapat
diungkapkan oleh bahasa ada juga realitas yang tidak dapat diungkapkan oleh
bahasa. Realitas yang tidak dapat diungkapkan oleh bahasa ini yang jika
dipaksakan untuk mengungkap realitas mistik akan terlihat seperti mengada-ada
yang kemudian menjadi sebuah omong kosong. Bahasa baik verbal maupun tulisan
hanyalah sebuah simbol, di mana bahasa jika digunakan sebagai kendaraan untuk
mengungkap hal-hal mistik hanya berhenti pada simbol tersebut dan tidak akan
pernah menembus realitas. Dalam tradisi islam mistik dapat diungkapkan dengan
sebuah aliran yang dikenal dengan sufisme dimana sufisme ini
memang memiliki sebuah bahasa obyek yang sudah dirancang untuk mengungkap
pengetahuan swaobjektifitas, dengan bantuan sufisme ini mistisisme dapat
dikonversi menjadi pengetahuan yang dapat di komunikasikan. Salah satu cara sufisme
membuktikan realitas kebenaran mistik adalah dengan cara mimpi, mimpi bisa
dijadikan kendaraan untuk mengungkapkan objektivitas dalam realitas dunia
mistik, dimana ketika orang bermimpi seakan-akan melihat sebuah obyek yang
nyata dan bersifat fisik, padahal disaat yang bersamaan dia mengingkari hal
tersebut karena tahu bahwa obyek yang ada dalam mimpinya bersifat tidak nyata
dan nonfisik namun itupun baru disadarinya ketika dia terbangun dari tidur. Di
dalam mimpi, seseorang dapat melihat sebuah obyek baik itu manusia, nabi, jin
dan lainya dengan penglihatanya, kemudian apakah penglihatan fisik yang
digunakan untuk melihat obyek tersebut? Padahal katup matanya jelas-jelas dalam
keadaan tertutup, manusia melihat obyek tersebut dengan mata, namun bukan
dengan mata fisik melainkan mata batin atau mata hati. Disinilah fungsi dari
mata batin untuk menterjemahkan realitas kebenaran mistik dalam sebuah mimpi.
Penglihatan fisik kita tidak akan mampu untuk melihat cahaya tuhan karna
terlalu terang, sebagaimana kelelawar yang tidak dapat melihat cahaya di siang
hari karena terlalu terang. Maka untuk melihat cahaya tuhan kita menggunakan
mata hati yang bersih. Secara umum pengalaman mistik dapat disebut juga sebagai
pengalaman keagamaan (religious experience) salah satu spesies
pengetahuan dengan kehadiran yang tidak dapat dibicarakan, satu-satunya cara
untuk membicarakan dan membuat ungkapan mistik, dengan mengalihkan pikiran
kedalam diri sendiri dan menghasilkan pengetahuan introspektif mengenai pengalaman-pengalaman
mistik yang disaksikan oleh para mistikus sendiri. Kendati pengalaman mistik
tidak dapat dikomunikasikan dan diungkapkan dengan bahasa bukan berarti tidak
dapat ditafsirkan oleh pelaku yang baru saja mengalami pengalaman-pengalaman
itu.
Dalam epistimologi ilmu pengetahuan ada tiga jenis epistimologi yang dapat
membantu kita untuk lebih memahami realitas mistik yaitu, burhani, irfani, dan
bayani. Burhani yang juga dikenal sebagai qiyas yang kemudian terbagi
menjadi dua, qiyas al-illah untuk fikih dan qiyas al-dalalah
untuk ilmu kalam. Pengetahuan burhani ini bersumber kepada textual lughawiyah,
pengetahuan ini mengandalkan wahyu (text) sebagai obyeknya, irfani merupakan
pengetahuan yang bersumber kepada intuisi atau direct experience (pengalaman
langsung), sumber pengetahuan ini membutuhkan pengalaman yang mendalam,
pengalaman yang dimaksud disini adalah pengalaman batin yang otentik dan fitri
yang hamper-hampir tidak terdeteksi oleh logika dan tidak dapat diungkapkan
oleh bahasa pengetahuan irfani ini kemudian menjadi cikal bakal lahirnya ilmu
al-Hudhuri atau poverbal, prereflektive consciousness atau prelogical
knowledge yang akrab dalam tradisi Eksistensial di Barat. Bayani merupakan
sebuah pengetahuan yang berbeda dari kedua pengetahuan sebelumnya. Bayani
merupakan pengetahuan yang bersumber kepada realitas atau al-waqi baik
realitas alam, sosial, kemanusiaan dan keagamaan. Pengetahuan bayani ini
kemudian menjadi cikal bakal lahiran ilmu al-Hushuli, yakni ilmu yang
disusun dan dikonsep sesuai dengan premis-premis logika, pengetahuan bayani ini
tidak menggunakan otoritas teks dan intuisi tetapi lebih menekankan kepada
realitas. Dari ketiga pengalaman mistis diatas jelas bahwa pengalaman mistis
hanya bisa dijelaskan melalui epistimologi irfani yang berparadigma kepada
intuisi batin, intuisi adalah jalan yang tepat untuk mengungkapkan sebuah
realitas mistik, intuisi akan bekerja jika intelek (akal) mengalami kemacetan
atau sudah tidak mampu menjelaskan sebuah realitas. Ilmu Hudhuri yang dipelopori
oleh al-farabi dan dikenal lewat Filsafat Iluminasi yang dipopulerkan oleh
Shiraj al-Din Suhrawardi dapat menjelaskan existensi realitas mistik, dimana
subyek dapat mengetahui secara performatif atau langsung tanpa representasi
mental dan simbolisme bahasa. Subyek harus hadir secara langsung untuk
merasakan dan melihat pengalaman mistik yang ingin dirasakanya. Sementara
ilmu al-Hushuli merupakan pengalaman yang mengedepankan realitas dan tidak
dapat digunakan sebagai metode untuk mengungkapkan pengetahuan mistik. Dengan
kata lain, pengetahuan mistik adalah pengetahuan yang berdasarkan direct
experience atau knowledge by presense. Dimana subyek harus merasakan dan hadir
langsung tanpa bisa diwakilkan oleh siapapun dan apapun. Pengalaman mistik sangatlah
berharga dan penting untuk memperkuat keimanan seseorang, walaupun tidak semua
orang dapat merasakan pengalaman ini namun setidaknya setiap orang mempunyai
kesempatan untuk merasakan pengalaman mistik dengan media sufisme. Iman
memang selalu identik dengan mistisisme yang kemudian menimbulkan pertanyaan
kenapa iman harus identik dengan mistik? Tuhan, malaikat, jin semuanya bersifat
mistik dan gaib. Seandainya saja eksistensi tuhan, malaikat dan jin misalnya
saja tidak bersifat mistik dan dapat dijangkau secara empiris, maka dengan
mudahnya semua umat manusia percaya dengan satu agama tertentu, untuk itu
disinilah letak pentingan iman kepada hal-hal ketuhanan yang bersifat mistik.
Untuk pembuktian hal-hal mistik ini tentunya sangat berbeda dengan kita membuktikan
sebuah pengalaman empiris dengan menggunakan panca indra, contohnya saja untuk
membuktikan eksistensi tuhan kita harus menerima kebenaranya sebagai hipotesa
terlebih dahulu, kemudian baru kita buktikan dengan menggunakan intuisi &
imajinasi. Agama memang selalu menganjurkan umatnya untuk memulai keyakinanya
dengan rasa percaya kemudian diakhiri dengan tambah percaya atau mungkin ragu,
berbeda dengan ilmu pengetahuan yang dimulai dengan keraguan dan diakhiri
dengan percaya tidak percaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar