Pendidikan berintikan interaksi antar
manusia, terutama antara pendidik dan peserta didik untuk mencapai tujuan
pendidikan. Di dalam interaksi tersebut terlibat isi yang diinteraksikan serta
bagaimana interaksi tersebut berlangsung. Apakah yang menjadi tujuan
pendidikan, siapa pendidik dan peserta didik, apa isi pendidikan dan bagaimana
proses interaksi pendidikan tersebut, merupakan pertanyaan-pertanyaan yang
membutuhkan jawaban yag mendasar, yang esensial yaitu jawaban-jawaban
filosofis.
Secara harfiah filosofis (filsafat)
berarti “cinta akan kebijaksanaan” (love of wisdom). Orang belajar
berfilsafat agar ia menjadi orang yang mengerti dan berbuat secara bijak. Untuk
dapat mengerti kebijakan dan berbuat secara bijak, ia harus tahu atau
berpengetahuan. Pengetahuan tersebut diperoleh melalui proses berpikir, yaitu
berfikir secara sistematis, logis, dan mendalam. Pemikiran demikian dalam
berfilsafat sering disebut sebagai pemikiran radikal, atau berpikir sampai ke
akar-akarnya (radic berarti akar). Filsafat mencakup keseluruhan
pengetahuan manusia, berusaha melihat segala yang ada ini sebagai satu kesatuan
yang menyeluruh dan mencoba mengetahui kedudukan manusia di dalamnya. Sering
dikatakan dan sudah menjadi terkenal dalam dunia keilmuan bahwa filsafat
merupakan ibu dari segala ilmu, pada hakikatnya filsafat jugalah yang
menentukan tujuan umum pendidikan.
Berdasarkan luas lingkup yng menjadi
objek kajiannya, filsafat dapat dibagi dalam dua cabang besar, yaitu filsafat
umum atau filsafat murni dan filsafat khusus atau terapan, sedangkan filsafat
umum juga terbagi menjadi tiga bagian lagi yaitu :
·
Metafisika, membahas hakikat kenyataan
atau realitas yang meliputi metafisika umum atau ontology, dan metafisika
khusus yang meliputi kosmologi (hakikat alam semesta), teologi (hakikat
ketuhanan) dan antropologi filsafat (hakikat manusia).
·
Epistemologi dan logika, membahas
hakikat pengetahuan (sumber pengetahuan, metode mencari pengetahuan, kesahihan
pengetahuan, dan batas-batas pengetahuan) dan hakikat penalaran (deduktif dan
induktif).
·
Aksiologi, membahas hakikat nilai
dengan cabang-cabangnya etika (hakikat kebaikan), dan estetika (hakikat
keindahan).
Adapun cabang – cabang filsafat khusus
atau terapan, pembagiannya didasarkan pada kekhususan objeknya antara lain :
filsafat hukum, filsafat sejarah, filsafat ilmu, filsafat religi, filsafat
moral, dan filsafat pendidikan.
Kurikulum pada hakikatnya adalah alat
untuk mencapai tujuan pendidikan. Karena tujuan pendidikan sangat dipengaruhi
oleh filsafat atau pandangan hidup sutu bangsa, maka kurikulum yang
dikembangkan juga harus mencerminkan falsafah atau pandangan hidup yang dianut
oleh bangsa tersebut. Oleh karena itu, terdapat hubungan yang sangat erat
antara kurikulum pendidikan di suatu Negara dengan filasafat Negara yang
dianutnya. Sebagai contoh, pada waktu Indonesia dijajah oleh Belanda, maka
kurikulum yang dianut pada masa itu sangat berorientasi pada kepentingan
politik Belanda. Demikian pula pada saat Negara kita dijajah oleh Jepang, maka
kurikulum yang dianutnya juga berorientasi kepada kepentingan dan sistem nilai
yang dianut oleh Jepang tersebut. Setelah Indonesia merdeka pada tanggal 17
agustus 1945, Indonesia menggunakan pancasila sebagai dasar dan falsafah hidup
bermasyarakat, berbangsa dn bernegara, maka kurikulum pendidikan pun
disesuaikan dengan nilai-nilai pancasila itu sendiri. Perumusan tujuan
pendidikan, penyususnan program pendidikan, pemilihan dan penggunaan pendekatan
atau strategi pendidikan, peranan yang harus dilakukan pendidik/peserta didik
juga harus sesuai dengan falsafah bangsa ini yaitu pancasila.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar